ORBITRAYA.COM, Demak – Musyawarah Keluarga Besar Bani Simbah KH. Ismail dari berbagai daerah diadakan untuk membahas polemik sertifikat Masjid Jami' Ismail Godo. Pertemuan ini berlangsung pada Minggu, 8 Desember 2024, pukul 09.00 WIB di Jalan KH. Ismail, RT 12 RW 04, Kelurahan Jamus, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.
Musyawarah tersebut bertujuan untuk meluruskan persoalan terkait sertifikat masjid. Menurut beberapa kasepuhan dan keluarga besar yang mengetahui sejarah masjid, permasalahan dimulai dengan munculnya sertifikat wakaf masjid atas nama seseorang berinisial M. Padahal, berdasarkan keterangan Bapak H. Ali Rohmat, jelas tertulis bahwa masjid tersebut didirikan oleh Simbah KH. Ismail, sebagaimana tertera pada prasasti masjid. Ia menyayangkan keberadaan sertifikat atas nama M yang berpotensi mengaburkan sejarah pendirian masjid.
Sekretaris Takmir Masjid Jami' Ismail Godo, Maulana Fahmi, S.H., M.Hum., menyatakan bahwa sertifikat tersebut keliru. “Seharusnya, sertifikat itu atas nama Simbah KH. Ismail, bukan atas nama inisial M. Jika tidak diluruskan, sejarah masjid ini bisa hilang dalam 10 hingga 30 tahun ke depan,” ungkap Fahmi. Ia menambahkan, “Wakif berarti pihak yang mewakafkan tanah. Agar seluruh anak cucu Simbah KH. Ismail merasa nyaman beribadah di masjid dan berziarah di makam beliau, maka sertifikat harus atas nama beliau.”
Fahmi menegaskan bahwa pihaknya akan menunggu iktikad baik dari M selama satu minggu. Jika tidak ada respon, pihak keluarga besar siap menempuh jalur hukum.
KH. Dr. Ahmad Mutohar turut menambahkan bahwa tindakan tersebut bisa dianggap sebagai tindak pidana penyerobotan hak. Ia meminta agar permasalahan ini segera diselesaikan dengan itikad baik.
Hasil Musyawarah:
1. Keluarga Bani KH. Ismail sepakat bahwa sertifikat masjid tersebut keliru dan harus diluruskan karena mencantumkan nama M.
2. Sertifikat harus mencantumkan nama KH. Ismail sebagai pihak yang berhak.
3. Karena M tidak hadir dalam musyawarah, keluarga besar memutuskan untuk menunggu klarifikasi dari M setelah berita ini diterbitkan.
4. Apabila M tidak memberikan tanggapan dalam waktu satu minggu, maka keluarga besar akan melaporkan permasalahan ini kepada pihak berwajib dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Mashadi, Sekretaris Musyawarah Keluarga Besar Bani KH. Ismail, menyampaikan adanya kejanggalan dalam sertifikat yang beredar. Pertama, tanah masjid terdaftar sebagai tanah pekarangan. Kedua, nama pemilik yang tercantum adalah Maskur, yang dianggap tidak relevan karena terpaut ratusan tahun dengan KH. Ismail. "Dari hasil musyawarah, keluarga besar sepakat bahwa sertifikat tersebut salah karena adanya kesalahan administrasi," ujar Mashadi.
Ia menambahkan, "Lima perwakilan Bani KH. Ismail yang hadir meminta agar tanah tersebut dikembalikan atas nama Simbah KH. Ismail untuk menghindari polemik berkepanjangan."
(Agus Romadhon)