Maryanto, SH Ketua Forum Komunikasi Wartawan Indragiri Hilir. |
ORBITRAYA.COM, TEMBILAHAN - Penulisan berita tanpa data dan narasumber yang dapat dianggap sebagai penyebar berita hoax, kalau wartawan profesional pasti menulis berdasarkan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
"Karena kalau wartawan yang profesional dipastikan dalam menulis dan menyampaikan informasi, wartawan bekerja profesional sesuai Undang – Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, juga memperhatikan kaidah penulisan yang benar dan Kode Etik Jurnalistik," ungkap Ketua Umum Forum Komunikasi Wartawan Indragiri Hilir (FKWI), Selasa (10/9/2024).
Penegasan tersebut disampaikan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Indragiri Hilir (FKWI) saat konferensi pers dan bincang hukum pers dan mendukung Pilkada Damai bersama para wartawan dari lintas organisasi pers di Kabupaten Indragiri Hilir.
"Dua hari ini ada pemberitaan yang membuat pernyataan yang tendensius dan tidak berimbang terhadap Diskominfo Inhil tidak transparan dan di susul tulisan Pemkab Inhil Merampok APBD tanpa data dan konfirmasi. Kalau mengacu kepada UU Pers, Kode Etik Jurnalistik dan pedoman penulisan media siber maka Diskominfo Inhil memiliki hak itu mengajukan Hak Jawab dan diminta segera mencabut dan meralat tulisan tersebut," nya.
Menurutnya, jelas dalam amanah KEJ wartawan tersebut harus segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Soal pemberitaan yang salah, Pasal 10 Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers (“Kode Etik Jurnalistik”) menyatakan:
“Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.”
Di dalam dunia pers dikenal 2 (dua) istilah yakni: hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”).
1. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
2. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Hak jawab dan hak koreksi merupakan suatu langkah yang dapat diambil oleh pembaca karya Pers Nasional apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, utamanya yang menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu.
Apabila Hak Jawab dan Hak Koreksi tidak membuahkan hasil, maka UU Pers juga mengatur ketentuan pidana dalam Pasal 5 jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers sebagai berikut :
Pasal 5 UU Pers:
(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.
Pasal 18 ayat (2) UU Pers:
“Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Jika tidak ada upaya untuk meralat dan mengoreksi kami akan dorong pihak Pemkab Inhil segera melaporkan yang bersangkutan ke Dewan Pers atau ke Kepolisian.***