Ilustrasi, sumber foto; https://www.hukumonline.com |
ORBITRAYA.COM - PERTANYAAN, Apakah screen capture atau screenshot dalam bentuk image chat WhatsApp yang disebarkan tanpa izin semua pihak yang terlibat dalam percakapan dapat dikenakan pelanggaran pasal-pasal dalam UU ITE? Akhir-akhir ini marak penyebaran screenshot yang bertujuan untuk mencemarkan nama baik. Padahal, percakapan WhatsApp biasanya hanya untuk dalam konteks privat. Terima kasih.
INTISARI JAWABAN
Seseorang yang menyebarkan percakapan elektronik privat ke area publik baik melalui WhatsApp group atau perseorangan, atau mungkin dengan cara disebarkan ke banyak penerima secara bebas (status maupun broadcast), dengan tujuan untuk mencemarkan nama baik, berpotensi dijerat KUHP atau UU 1/2023, UU PDP, dan UU ITE serta perubahannya.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jerat Hukum Bagi Penyebar Capture Percakapan via BBM yang dibuat oleh Randy Arninto, S.H., LL.M. dari Indonesia Cyber Law Community (ICLC) dan dipublikasikan pertama kali pada 10 Desember 2012.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan screenshot/screen capture yang Anda maksud adalah tangkapan layar atau cuplikan layar, yaitu gambar digital yang menampilkan isi layar percakapan/chat WhatsApp. Screenshot chat WhatsApp yang dikirim oleh seseorang dapat ditujukan kepada penerima perseorangan maupun penerima kelompok (group). Dalam hal screenshot chat WhatsApp ditujukan kepada penerima perseorangan, maka dapat dikatakan sebagai bentuk percakapan elektronik secara privat.
Menurut hemat kami, seseorang yang menyebarkan percakapan elektronik privat ke area publik baik melalui WhatsApp group atau perseorangan, atau mungkin dengan cara disebarkan ke banyak penerima secara bebas (status maupun broadcast) berpotensi dijerat KUHP atau UU 1/2023, UU PDP, dan UU ITE serta perubahannya.
Pasal Pencemaran Nama Baik dalam KUHP
Berdasarkan pertanyaan Anda, penyebaran screenshot tersebut bertujuan untuk mencemarkan nama baik. Secara historis, tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dengan bunyi sebagai berikut:
- Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[1]
- Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[2]
- Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Namun dalam perkembangannya, Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diubah dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023. Dalam amar putusan tersebut, Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Sehingga, pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023, Pasal 310 ayat (1) KUHP memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
- barang siapa;
- dengan sengaja;
- menyerang kehormatan atau nama baik seseorang;
- dengan menuduhkan sesuatu hal;
- dengan cara lisan;
- yang maksudnya supaya hal itu diketahui umum.
Penjelasan selengkapnya mengenai isi Pasal 310 ayat (1) KUHP tersebut dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal Pencemaran Nama Baik KUHP Pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023.
Kemudian, pasal pencemaran nama baik juga diatur dalam Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[3] yaitu tahun 2026 yang selengkapnya berbunyi:
- Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[4]
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.[5]
- Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023, sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga merugikan orang tersebut. Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu tindak pidana. Objek tindak pidana menurut ketentuan dalam pasal ini adalah orang perseorangan. Sedangkan, penistaan terhadap lembaga pemerintah atau sekelompok orang tidak termasuk ketentuan pasal ini.
Patut dicatat, baik tindak pidana Pasal 310 KUHP maupun Pasal 433 UU 1/2023 tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari korban tindak pidana.[6]
Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE 2024
Adapun pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Lalu, ancaman pidana bagi pelanggar Pasal 27A UU 1/2024 adalah dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.
Adapun Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024 menerangkan perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.
Selain itu, soal ancaman pencemaran juga diatur dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
- memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
- memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
Lebih lanjut, arti "ancaman pencemaran" adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, sebagaimana disebutkan Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024.
Pelanggar Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024.
Namun, Pasal 27A dan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 merupakan tindak pidana aduan absolut yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.[7]
Pelindungan Data Pribadi
Kemudian, jika dalam screenshot chat WhatsApp yang disebar tersebut terdapat informasi nama lengkap, maka pelaku penyebar screenshot berpotensi melanggar ketentuan pelindungan data pribadi.
Data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.[8] Data pribadi juga dapat diartikan sebagai data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik.[9]
Sebagai informasi, nama lengkap termasuk jenis data pribadi bersifat umum yang dilindungi berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PDP.
Atas perbuatan mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya, pelaku bisa dijerat pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp4 miliar sebagaimana disebutkan Pasal 67 ayat (2) UU PDP.
Hal serupa juga diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016, yaitu penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Jika di dalam screenshot chat WhatsApp tersebut terdapat data pribadi di antaranya nama, tulisan, dan/atau gambar yang dapat mengidentifikasikan seseorang, maka penyebaran screenshot chat tersebut melalui media elektronik baik yang dilakukan oleh pihak di luar percakapan maupun oleh pihak yang ada di percakapan harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Lalu, setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016, dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.[10]
Hal lain yang perlu diperhatikan terkait screenshot chat WhatsApp adalah, mengingat bentuk file screenshot adalah image/gambar, bukan tidak mungkin jika screenshot chat WhatsApp diedit atau direkayasa dengan software perekayasa gambar sesuai kehendak pihak yang menyebarkan, sehingga tampak seolah-olah sesuai dengan aslinya. Tidak ada yang bisa menjamin secara kasat mata bahwa screenshot chat WhatsApp yang dikirimkan oleh seseorang itu pasti identik dengan format aslinya. Maka, dibutuhkan pengujian atau pengamatan ilmiah (misalnya melalui metode digital forensik) untuk memastikan suatu screenshot chat WhatsApp adalah asli (sesuai dengan bentuk maupun konten asalnya).
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Dasar 1945;
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik;
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023.
[1] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dilipatgandakan menjadi 1.000 kali
[2] Pasal 3 Perma 2/2012
[3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)
[4] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023
[5] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023
[6] Pasal 319 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 440 UU 1/2023
[7] Pasal 45 ayat (5) dan (11) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
[8] Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik
[9] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi
[10] Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Sumber ; www.hukumonline.com