,

Pungli: Efek Minimnya Etika

Minggu, 01 Januari 2023, 2:33 PM WIB Last Updated 2023-01-02T06:24:59Z


Nama Penulis : Juwita
Prodi : Administrasi Negara Universitas : UIN SUSKA RIAU

ORBITRAYA.COM - Dalam memberikan pelayanan publik yang diberikan oleh aparat pemerintah terhadap masyarakat umum biasanya kerap kali  mengabaikan etika dalam memberikan pelayanannya, sehingga banyak menimbulkan permasalahan baik dalam lingkup  masyarakat umum maupun dalam lingkup pemerintahan itu sendiri. Etika merupakan ilmu kesusilaan yang menentukan bagaimana manusia hidup bermasyarakat. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya kebiasaan atau moral. Etika berkaitan dengan tingkah laku manusia sehingga nantinya dapat dipertanggungjawabkan. 


Menurut Hatta Radjasa, ada tiga faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing Indonesia yaitu:


1. Masih tingginya angka korupsi di Indonesia


2. Masih rendahnya pelayanan publik


3. Kondisi infrastruktur masih belum memadai


Dari faktor tersebut menunjukkan bahwa masih kurangnya penerapan etika dalam melakukan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sisi pelayanan publik, menurut Pasolong 2007:193 etika administrasi publik adalah filsafat dan profesional standar (kode etik) atau right rules of conduct (aturan perilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik ataupun para administrator. 


Etika administrasi publik sendiri dianggap sebagai pedoman ataupun patokan dalam menjalankan kebijakan publik dan merupakan standar penilaian atas perilaku yang dilakukan oleh administator dalam menjalankan kebijakan publik ataupun dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat umum. 

 

Dalam penerapan etika administrasi publik terdapat prinsip-prinsip yang diharapkan dapat melahirkan administrator yang memiliki tata kelakuan yang baik dalam memberikan pelayanan untuk umum, yaitu:


1. Prinsip pelayanan kepada masyarakat dalam etika administrasi publik


Dalam hal ini prinsip utama nya ialah prinsip demokrasi yang mana menggunakan asas kedaulatan rakyat. Artinya, rakyat yang memiliki kedaulatan tertinggi.


2. Prinsip keadilan sosial dan pemerataan


Pada prinsip ini berkaitan dengan distribusi pelayanan yang baik, sesuai, adil, dan merata.


3. Prinsip mengusahakan kesejahteraan umum


Pada prinsip ini diharapkan para administrator berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan dan mempunyai perhatian yang tulus untuk melayani masyarakat. 


Untuk menghindari adanya maladministrasi dibutuhkan etika. Etika administrasi publik juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan. Dan untuk mewujudkannya juga dapat menumbuhkan budaya organisasi dan manajemen pemerintahan yang baik. Adapun nilai-nilai etika dalam administrasi publik yang dapat digunakan sebagai pedoman maupun acuan bagi penyelenggara administrasi publik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. 


1. Nilai efesiensi


Maksudnya ialah para aparat mampu menggunakan sumber dana publik tepat pada sasarannya, bukan malah menyalahgunakannya untuk kepentingan sendiri.


2. Nilai membedakan mana milik pribadi dan mana milik kantor


Birokrasi yang baik adalah birokrasi yang dapat menempatkan posisi pada tempatnya dan membedakan mana kepunyaan pribadi atau kepunyaan kantor.


3. Nilai Impersonal


Tujuan adanya nilai impersonal ialah untuk menghindari unsur perasaan dan unsur rasio dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan dan pengaturan yang ada dalam organisasi. 


4. Nilai Merytal System


Yaitu suatu sistem rekrutmen pegawai yang bukan berdasarkan hubungan kekeluargaan melainkan berdasarkan pada pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan pengalaman yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.


5. Nilai tanggung jawab


Dalam hal ini pertanggung jawaban para administrator atau aparat sangat dibutuhkan dalam memberikan layanan.


6. Nilai akuntabilitas


Dalam menjalankan tugasnya sebagai administrator maka diharapkan kinerjanya berorientasi pada visi, misi, dan tujuan dari organisasi ataupun kantor terkait.

7. Responsif  


Dalam hal ini berkaitan dengan daya tanggap para administrator dalam memberikan pelayanan terhadap umum.


Akan tetapi dalam penerapannya, fenomena yang masih terlihat adalah  para penyelenggara negara maupun administrator masih banyak yang menyimpang. Masih banyaknya instansi-instansi yang saya jumpai  melakukan maladministrasi. Pada kenyataannya,  etika saja tidak cukup untuk bisa membatasi kegiatan seorang penyelenggara negara untuk tidak melakukan penyimpangan. Kurang tanggapnya terhadap pelayanan, melakukan kegiatan pungli, dan menyalahgunakan wewenang adalah salah satu contohnya. 


Lambat dan ribetnya dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat membuat beberapa oknum mencari kesempatan. Ada beberapa oknum calo yang melakukan pungli terhadap masyarakat agar pelayanan yang diberikan bisa cepat di proses. Pungli merupakan suatu perbuatan para penyelenggara negara atau pegawai yang  menawarkan jasa dengan maksud meminta imbalan lebih kepada masyarakat agar dapat mempercepat pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut, meski dirinya tau hal tersebut telah melanggar kode etik maupun prosedur yang ada di instansi tersebut.


Pungutan liar menjadi fenomena yang menjadi sorotan pada penyelenggara negara terutama dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat umum. Untuk memberantas tindakan pungli, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Pada pasal 2 dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa tugas Satgas Saber tersebut ialah melaksanakan pemberantasan pungli secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan personil, satuan kerja, sarana dan prasarana, baik yang berada di kementrian/lembaga pusat maupun hingga lembaga daerah. Pungutan liar sendiri juga termasuk  bagian dari korupsi yang telah diatur dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan telah diperbaharui dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001. 


Pungutan liar yang umumnya dilakukan saat sedang melayani masyarakat pada umumnya,  seperti saat mengurus pembuatan SIM, mengurus pembuatan KTP, KK, Akte Lahir, maupun pada saat pembayaran pajak. Tindakan pungli tersebut akhirnya menjadi alat untuk mendapatkan penghasilan tambahan diluar gaji yang diterima oleh penyelenggara negara tersebut. Minimnya edukasi terhadap masyarakat membuat praktik pungli tersebut terus berjalan hingga sekarang. Meskipun dalam instansi tersebut memiliki banyak poster tentang anti pungli namun pada praktiknya pungli dijadikan kegiatan yang sudah membudaya di instansi tersebut. 


Pungutan liar dapat terus tumbuh dan berkembang di lingkungan tipikal masyarakat setempat yang abai  dan tidak memiliki keberanian untuk melaporkan tindakan yang tidak wajar tersebut ke pihak yang berwajib. Terdapat  beberapa faktor yang membuat kegiatan pungli tersebut terus tumbuh dengan subur di lingkungan masyarakat. Pertama, minimnya pemahaman masyarakat bahwa pungli salah satu kegiatan yang maladministrasi. Kedua, budaya masyarakat yang gampang welcome terhadap apa yang berkaitan dengan urusan pelayanan tanpa berpikir terlebih dahulu. Ketiga, masyarakat tidak memiliki keberanian untuk melaporkannya. Keempat, sebagian masyarakat masih ada yang membutuhkan pungli, dalam beberapa kasus pungli dijadikan urgensi untuk memperoleh pelayanan yang dibutuhkan. Nah, kebiasaan masyarakat tersebut dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang nakal sehingga kegiatan pungli dianggap wajar oleh masyarakat dan terus membudaya dalam pelayanan publik.


Sebenarnya pungli dapat diberantas dengan adanya kerjasama dari seluruh pihak. Baik itu dari pihak penyelenggara negara atau yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan selanjutnya dari pihak seluruh masyarakat sebagai pengguna layanan publik yang saling berkomitmen agar kegiatan pungli tersebut bisa berkurang. Tidak lagi membiarkan dan  tidak memaafkan oknum-oknum yang telah melakukan pungli serta  melaporkan mereka ke pihak yang lebih berwajib ataupun bisa melalui situs-situs resmi yang menangani tindakan yang tidak wajar tersebut.