,

Lunturnya Etika dan Kualitas Pelayanan Publik dalam Pemenuhan Standar Pelayanan Menurut UU No 25 Tahun 2009 Pelayanan Publik

Admin
Minggu, 01 Januari 2023, 1/01/2023 WIB Last Updated 2023-01-02T06:35:59Z
 Nama Penulis : Suci Rahmadani
Prodi : Administrasi Negara
Universitas : UIN SUSKA RIAU

ORBITRAYA.COM - Sebagai insan akan membutuhkan pelayanan yang efektif dari instansi pemerintah tempat administratifnya, yang mana ini juga merupakan suatu hak masyarakat dalam bernegara. Karena pelayanan publik atau publik servis merupakan suatu bentuk fasilitas yang diwariskan oleh instansi pemerintahan, berbentuk benda maupun sokongan, dalam rangka pemenuhan kebutuhan dalam mencapai kesejahteraan atau untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan prinsip dan kebijakan layanan.


UU No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik menyebutkan Pelayanan publik merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam hal pemerdekaan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk tiap warga negara dan penduduk atas benda, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang tersedia oleh penyelenggara layanan publik.


Alasan publik servis adalah untuk menyerahkan kesenangan dan pelayanan sesuai dengan harapan masyarakat atau administrasi yang seharusnya. Untuk mencapai tujuan itu, tujuan pemerintah haruslah meningkatkan kadar pelayanan yang memenuhi harapan masyarakat.


Etika dalam bahasa Yunani ethos berarti cara atau watak, dan moralitas dari bahasa Latin mos yang berarti cara hidup atau kebudayaan. Norma dari bahasa Latin (penyiku atau pengukur). Dalam hubungannya dengan tingkah laku masyarakat, norma ditetapkan menjadi petunjuk, pegangan untuk bertingkah laku yang benar dan dipakai mengukur atau memperkirakan tingkah laku yang dilangsungkan.


Etika pelayanan publik mesti didasarkan pada prinsip transparansi (keterbukaan dan aksesibilitas) dan akuntabilitas (tanggung jawab menurut hukum formal) untuk kebaikan masyarakat. Sudah selayaknya memberikan pelayanan publik sesuai etika supaya tak ada penyesalan di khalayak masyarakat.


Beretika sewajarnya kian merosot karena tindakan aparatur negara yang kurang terpuji, ini masih menjadi isu vital dalam pelayanan publik di Indonesia, etika acap kali dipandang menjadi aspek yang kurang berguna dan tak bersangkutan dalam pelayanan, namun pada artikel pelayanan publik etika adalah salah satu aspek yang menakluki keinginan khalayak umum dan kesuksesan organisasi memberikan publik servis yang baik. Perubahan zaman yang kian pesat dan permasalahan birokrasi yang semakin kompleks menyebabkan terjadinya pergantian paradigma dari pemerintahan yang dominan (menekankan aspek hukum dan peraturan) menjadi paradigma tata kelola yang baik yang bukan cuma terfokus pada tekad pemerintah, tetapi juga semua orang dan aspek bangsa (publik, swasta, dan masyarakat).


John Rohr berpendapat bahwa seharusnya para birokrat menggunakan norma-norma pemerintahan yaitu keadilan, persamaan serta kebebasan, sebagai pengambilan keputusan dalam menjalankan tugasnya. Diinginkan petugas memperoleh lebih beretika dalam menjalankan tugasnya.


Terry L. Cooper berpendapat etika melibatkan pertimbangan obyektif tugas, dampak, dan tujuan akhir. Bersikap secara etis serta mengandung makna refleksi sistematis terhadap nilai-nilai yang terkait pada penetapan keputusan. Menurut Cooper, administrator etis ialah yang senantiasa memperhatikan kewajiban dan peran organisasi dan yang memberlakukan standar etika dengan profesional saat membuat ketentuan administrasin yang tepat.


Pada publik sevis, etika dimaknai menjadi filsafat moral atau nilai dan dikatakan juga “profesional standards” (kode etik) atau “right rules of conduct” (aturan perilaku yang benar), yang wajib ditaati oleh penyelenggara layanan publik (Denhardt, 1988). Artinya, pemberi layanan wajib menanggapi publik dengan tindakan yang baik dan mentaati standar atau aturan etika yang ditetapkan di tiap-tiap lembaga. Jika penyelenggara melampaui etika administrasi publik, ini berarti maladministrasi karena tidak mengikuti standar profesional dan bertingkah laku tidak sewajarnya.


Dalam pelayanan publik telah diatur tentang aturan kode etik yang bertujuan agar administrator menjalankan tugasnya sesuai pada standar yang telah diputuskan untuk mendapatkan kepuasan dari masyarakat. Kode Etik mendefinisikan beragam kelakuan, perilaku, dan sikap yang harus dilakukan atau harus ditinggalkan oleh penyedia layanan. Adanya aturan etika berperan sebagai pedoman langsung perbuatan dan kelakuan dalam bekerja, memandang tak seluruh bagian pekerjaan dikelola sepenuhnya oleh aturan dan ketentuan yang berlaku di organisasi pelayanan publik. Komitmen koreksi etika ini harus dibuktikan supaya masyarakat makin benar-benar percaya bahwa birokrasi publik benar-benar bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan publik.


Tugas utama Pemerintah selain membina dan memperkuat masyarakat adalah pelayanan publik. Namun, seringkali warga mengeluhkan pelayanan publik karena tidak memenuhi harapan dan kepuasan pengguna layanan.


Artikel ini ditulis dilatar belakangi dari literatur yang dibaca oleh penulis dari sumber https://www.ombudsman.go.id/ bahwa pernah ada masyarakat yang komplain dan mengadukan pelayanan di suatu instansi yang ditimbang kurang pantas ke ombudsman, bahwa instansi tersebut melakukan malpraktik pelayanan, ia mengira ada "permainan" di balik laporan yang tidak terlacak ke pihak berwajib. Bahkan masyarakat merasa bahwa petugas yang merespons mereka kurang berkompeten, ketika masyarakat meminta sesuatu bukannya berbicara dengan baik dan gaya petugas yang melayani mereka kurang tepat.


Kemudian ada pemberitaan dengan headline DPRD Surabaya meminta kasus pelayanan buruk di wilayah Medokan Ayu jadi pembelajaran. Pada website jatim.antaranews.com yang di upload pada 13 Juli 2022 memberitakan bahwa Komisi A DPRD Surabaya Bidang Pemerintahan DPRD Surabaya Arif Fathoni menyerukan buruknya pelayanan publik tepatnya pada Kelurahan Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya menjadi pelajaran publik.


Bermula ketika seorang warga Surabaya memprotes perlakuan oknum salah satu staf Kelurahan Medokan Ayu dengan kalimat yang tidak mengenakkan. Protes tersebut diunggah ke media sosial Twitter. Sebuah akun Twitter bernama @ZiziSantoso memposting status tentang pelayanan di Kecamatan Medokan yang menilai dirinya menyusahkan Kelurahan. Menurut laporan, dia ingin memohon bantuan karena akte kelahirannya hilang.


Namun, respons aparat kelurahan tersebut dinilai kurang menyejukkan ketika mengatakan, "Jangan membebani Kelurahan". Dan menurut keterangan di website, hal tersebut terjadi karena masalah keluarga yang dialami oknum tersebut.


Hal ini menunjukkan masih adanya aparat yang dapat dikatakan lalai, tidak profesional dalam menjalankan tugasnya karena tak dapat membedakan antara urusan pribadi dan urusan umum atau publik, sehingga yang menjadi korban adalah masyarakat. Diharapkan peristiwa seperti ini tak timbul lagi di masa selanjutnya karena hal tersebut tak mencerminkan seorang administrator yang beretika.


Setelah kabar tersebut tersiar, yang bersangkutan langsung meminta maaf kepada semua pihak, menjadikan hal ini sebagai pelajaran berharga untuk perbaikan ke depan. Arif Fathoni mengingatkan pesan atau keluhan warga melalui media sosial dijadikan sebagai kritik diri atau sebagai alat bantu pembelajaran untuk perubahan pelayanan publik yang lebih baik.


Perkara ini adalah contoh dari banyak potret layanan publik yang diadukan khalayak. Partisipasi masyarakat terhadap pelayanan publik dengan melaporkan kepada kantor pengaduan atau lembaga/badan yang berwenang mengadu pantas kita puji. Jika dicermati di berbagai situs media sosial, banyak sekali pesan dari warga yang mengeluhkan pelayanan instansi pemerintah dari tingkat desa hingga provinsi.


Namun, harapan dan ketidakpuasan pengguna layanan tidak selalu benar, oleh karena itu diperlukan suatu standar sebagai ukuran baik buruknya kualitas pelayanan pemerintah. Apabila penyedia pelayanan publik tidak mencukupi standar pelayanan yang telah ditetapkan maka dapat dikatakan pelayanan yang diberikan kurang baik.


Standar pelayanan menurut Ombudsman adalah : 1. Syarat-syarat, 2. Sistem Mekanisme dan Prosedur, 3. Durasi Layanan, 4. Tarif, 5. Produk Layanan, 6. Fasilitas. Untuk menciptakan kepuasan dalam pelayanan dan menerapkan langkah-langkah untuk mencegah maladministrasi, pemerintah membentuk sebuah lembaga yakni Ombudsman, yang bertugas mengevaluasi layanan dan kewenangan seperti pengamat pelayanan publik di Indonesia. Ombudsman telah melakukan penilaian kepatuhan penyedia layanan publik sejak 2014.


Dalam website resmi Ombudsman RI perwakilan Jambi dan Lampung, penulis membaca bahwa bermula pada 2014 Ombudsman sudah menjalankan penilaian terhadap pelaksanaan publik servis memenuhi standar pelayanan terhadap UU No 25 Tahun 2009. Penilaian kepatuhan belakangan dijalankan pada tahun 2021 di 24 kementerian, 16 lembaga dan 548 pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten). Hasinya masih banyak pemerintah daerah yang masih berpegang teguh pada standar pelayanan yang rendah dan sedang.


Sebenarnya, memenuhi standar layanan yang harus dipenuhi oleh penyedia layanan sebagai pertimbangan prosedural formal merupakan suatu hal yang sangat berharga. Mempertahankan standar pelayanan yang rendah tidak hanya merupakan pelanggaran etika administrasi, tetapi juga menciptakan peluang untuk maladministrasi.


Sedangkan tahun ini dilakukan evaluasi atau disebut penilaian penyelenggaraan pelayanan publik, yang merupakan pengembangan dari evaluasi penyedia layanan publik sebelumnya, evaluasi tidak cuma menyangkut kesiapan unsur standar layanan dan evaluasi maladministrasi, tetapi juga menilai kapasitas, infrastruktur, dan pengelolaan pengaduan penyedia layanan. Seluruh elemen tersebut dievaluasi untuk menghasilkan opini pengawasan pelayanan publik.


Evaluasi pelaksanaan pelayanan publik di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Daerah Administratif Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi. Evaluasi akan berlangsung serentak mulai September hingga November 2022. Perbaikan evaluasi diharapkan dapat menyesuaikan dengan pelaksanaan pelayanan publik yang banyak mengalami interupsi. Opini pemeriksaan umum oleh Ombudsman tentang pelayanan publik dimaksudkan sebagai tumpuan bagi penyedia fasilitas untuk memajukan kualitas fasilitas publik, dan Ombudsman dapat mempererat pemeriksaan untuk menangkal maladministrasi dan dengan penilaian tersebut dapat mendorong para administrator harapan bangsa menjadi lebih beretika sebagai pelayan publik sesuai dengan amanat UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, demi mewariskan kepuasan khalayak umum dan melahirkan pemerintahan yang kian baik.